Portofolio ke-13 Teori dan Strategi Pembelajaran Vokasi,

 Dosen pengampu : Prof. Dr. Muchlas, M.T

Portofolio ke-13 Teori dan Strategi Pembelajaran Vokasi

Penyusun : M. Khoirul Ma'arif ( 2308049035 )

Materi Pokok : Topik mata kuliah Model Pengajaran Pendidikan Vokasi dengan subtopik:

    1. Pembelajaran Berbasis Interaksi Sosial
    2. Pembelajaran Berbasis Pemrosesan Informasi
    3. Pembelajaran Berbasis Aktivitas Personal
    4. Pembelajaran Berbasis Sistem Perilaku

Pembelajaran Berbasis Interaksi Sosial

Pengertian Model Pembelajaran Interaksi Sosial Model interaksi sosial adalah suatu model pembelajaran yang menekankanpada terbentuknya hubungan antara peserta diklat yang satu dengan yang lainnya. Model ini beranjak dari paradigma bahwa individu tidak mungkin bisa membebaskan dirinya dari interaksi dengan orang lain. Dalam konteks yang lebih luas, hubungan itu mengarah pada hubungan individu dengan masyarakat. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dapat menjadi wahana untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat berinteraksi secara ekstensif dengan masyarakat, mengembangkan sikap dan perilaku demokratis, serta menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar peserta didik.

Model interaksi sosial didasarkan pada dua hipotesis pokok, yaitu;

(1) Masalah-masalah sosial dapat diredam dan dipecahkan melalui musyawarah bersama melalui proses-proses sosial yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat;

(2) Proses sosial yang demokratis perlu dikembangkan dalam upaya perbaikan sistem kehidupan sosial masyarakat secara terarah dan berkesinambungan.

Investigasi Kelompok, Investigasi kelompok merupakan sarana untuk memajukan dan membimbing keterlibatan siswa di dalam proses pembelajaran. Dalam investigasi kelompok, kebermaknaan pembelajaran sangat bergantung pada aspek kebutuhan-kebutuhan siswa dalam memperoleh dan mengembangkan domain kognitif, nilai-nilai (value), serta pengalaman belajar mereka dapat terpenuhi secara optimal melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Pembelajaran investigasi kelompok yang di dalamnya sangat menekankan vitalnya komunikasi yang bebas dan saling bertukar (sharing) pengalaman yang dimiliki akan memberikan lebih banyak manfaat dibandingkan jika mereka melakukan tugas secara sendirisendiri.

Joyce, Weil dan Calhoun (2000: 16) mengungkapkan bahwa model investigasi kelompok dapat digunakan untuk membentangkan permasalahan amoral dan sosial yang terjadi di lingkungan siswa, selanjutnya siswa dapat diorganisasikan dengan teknik melakukan penelitian bersama atau cooperative inquiry terhadap masalah-masalah sosial dan moral, maupun masalah akademis.

Pembelajaran Berbasis Interaksi Sosial (PIBS) adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada interaksi dan kolaborasi antarIndividu dalam proses belajar. Menurut Johnson dan Johnson (2009), PIBS mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan diskusi, berbagi informasi, dan memecahkan masalah secara bersama-sama, sehingga dapat meningkatkan pemahaman, motivasi, dan keterampilan sosial mereka.

Slavin (2014) menyatakan bahwa PIBS dapat meningkatkan prestasi akademik siswa karena melalui interaksi sosial, siswa dapat saling membantu memahami materi pembelajaran dan memberikan umpan balik yang konstruktif. Selain itu, PIBS juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas siswa (Gokhale, 1995).

Menurut Gillies (2016), PIBS dapat mendorong terjadinya inklusi dan pemahaman terhadap keberagaman di antara siswa, karena mereka belajar untuk saling menghargai perbedaan dan bekerja sama dalam kelompok yang heterogen. Pendekatan ini juga sejalan dengan tuntutan keterampilan abad 21 yang menekankan pada kemampuan kolaborasi dan komunikasi (Partnership for 21st Century Skills, 2009).

Pembelajaran Berbasis Pemrosesan Informasi

Menurut Suharnan (2005) persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat Indera seperti, mata, telinga dan hidung. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa persepsi adalah proses penginterpretasian informasi yang diterima menggunakan alat indera.

Kognisi biasanya di definisikan secara sederhana sebagai perolehan pengetahuan. Ada tiga aspek yang relevan dalam persepsi yang berhubungan dengan kognisi manusia yaitu:

Ø  Pencatatan indera. Pencataan Indera adalah sebuah sistem ingatan yang dirancang untuk menyimpan sebuah rekaman mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor. Pencatatan indera juga dikenal sebagai ingatan sensory yang dibedakan menjadi dua macam yaitu, iconic yaitu system pencatatan indera terhadap informasi visual, gambar dan benda konkrit dan echonic yaitu sistem pencatatan Indera terhadap informasi berupa suara.

Ø  Pengenalan pola. Pengenalan pola adalah proses transformasi dan pengorganisasian informasi yang masih kasar agar mempunyai makna atau arti tertentu. Aspek ini lebih dalam dari hanya sekedar menyimpan informasi yang masuk melalui reseptor, dengan kata lain dapat pula dikatakan bahwa aspek pengenalan pola ini adalah sebuah upaya untuk menata informasi yang masuk sesuai dengan karakteristik yang menonjol untuk ditempatkan sesuai dengan jenisnya.

Ø  Perhatian. Perhatian adalah aspek yang ketiga, yang diartikan sebagai proses pemusatan aktivitas mental atau proses yang sudah dimiliki siswa. Kelemahannya adalah betapa sulit mengakses informasi yang tersimpan di dalamnya.

Menurut Winne (1987), Pembelajaran Berbasis Pemrosesan Informasi menekankan pada peran aktif siswa dalam mengonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui proses mental yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu penerimaan stimulus, perekaman informasi, penyimpanan informasi dalam memori jangka pendek dan jangka panjang, serta pemanggilan kembali informasi yang dibutuhkan saat menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah.

Dalam pendekatan ini, guru berperan sebagai fasilitator yang merancang lingkungan belajar yang mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pemrosesan informasi (Slavin, 2012). Guru dapat menggunakan strategi-strategi pembelajaran, seperti pengorganisasian informasi, penyajian informasi yang jelas, pemberian contoh yang relevan, dan pemberian umpan balik yang tepat, untuk membantu siswa dalam memproses informasi dengan lebih efektif (Woolfolk, 2016).

Pembelajaran Berbasis Aktivitas Personal

Pembelajaran Berbasis Aktivitas Personal (PBAP) adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada keterlibatan aktif dan bermakna dari siswa dalam proses pembelajaran. Berikut adalah penjelasan yang lebih rinci mengenai PBAP

Fokus pada Siswa

PBAP menempatkan siswa sebagai pusat dalam proses pembelajaran, di mana mereka berperan aktif dalam menemukan, memproses, dan mengkonstruksi pengetahuan. Guru bertindak sebagai fasilitator yang mendukung dan membimbing siswa dalam aktivitas pembelajaran.

Aktivitas Bermakna

PBAP menekankan pada aktivitas-aktivitas pembelajaran yang bersifat autentik, relevan, dan bermakna bagi siswa. Aktivitas-aktivitas ini dirancang untuk melibatkan siswa secara fisik, mental, dan emosional, sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik dan bermakna.

Pembelajaran Aktif

Dalam PBAP, siswa terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan, seperti eksplorasi, penyelidikan, pemecahan masalah, diskusi, presentasi, dan lain-lain. Aktivitas-aktivitas ini mendorong siswa untuk berpikir kritis, mengembangkan kreativitas, dan membangun pemahaman yang mendalam.

Pengalaman Belajar Konkret

PBAP menekankan pada pemberian pengalaman belajar yang konkret dan dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan di luar kelas, penggunaan media pembelajaran yang autentik, atau penghubungan materi pelajaran dengan konteks nyata.

Kolaborasi dan Interaksi

PBAP mendorong adanya kolaborasi dan interaksi antar siswa, antara siswa dan guru, serta antara siswa dengan sumber belajar.Melalui kerja sama dan interaksi, siswa dapat saling berbagi ide, berdiskusi, dan membangun pemahaman bersama.

Refleksi dan Evaluasi

PBAP menekankan pada kegiatan refleksi di mana siswa diminta untuk memikirkan, menganalisis, dan mengevaluasi proses belajar mereka. Hal ini memnantu siswa untuk memahami kemajuan belajar, mengidentifikasi kesulitan, dan merencanakan langkah-langkah perbaikan. Dalam penerapannya, PBAP dapat dikombinasikan dengan berbagai strategi, metode, dan model pembelajaran lainnya untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih aktif, kolaboratif, dan berpusat pada siswa. Guru berperan penting dalam merancang dan mengelola aktivitas-aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.

Pembelajaran Berbasis Sistem Perilaku

Pembelajaran Berbasis Sistem Perilaku (PBSP) merupakan pendekatan pembelajaran yang berlandaskan pada teori belajar behavioristik. Berikut adalah penjelasan yang lebih rinci mengenai PBSP beserta referensinya

Pembelajaran Berbasis Sistem Perilaku (PBSP) adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada perubahan perilaku yang dapat diamati sebagai hasil dari proses belajar (Skinner, 1953). Dalam PBSP, pembelajaran dirancang dengan mengacu pada prinsip-prinsip penguatan (reinforcement) dan pembiasaan (conditioning) untuk memicu perubahan perilaku yang diinginkan pada siswa (Ormrod, 2008).

Dalam PBSP, guru berperan sebagai perancang dan pengendali lingkungan belajar yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku siswa. Guru merancang aktivitas pembelajaran yang terdiri dari serangkaian stimulus, respons, dan konsekuensi yang diberikan secara sistematis (Gagne, 1985). Stimulus dapat berupa materi, pertanyaan, atau situasi yang diberikan kepada siswa, respons adalah perilaku yang ditunjukkan oleh siswa, dan konsekuensi adalah umpan balik atau penguatan yang diberikan oleh guru sebagai respon atas perilaku siswa (Slavin, 2019).

Melalui PBSP, siswa diharapkan dapat membangun perilaku-perilaku baru yang diinginkan, seperti meningkatkan motivasi, disiplin, dan kemampuan akademik, melalui proses pembiasaan dan penguatan yang diberikan secara sistematis (Skinner, 1953). Penguatan positif, seperti pujian dan penghargaan, serta penguatan negatif, seperti hukuman atau konsekuensi yang tidak menyenangkan, digunakan untuk memperkuat perilaku yang diharapkan dan memperlemah perilaku yang tidak diinginkan (Ormrod, 2008).

 

Refernsi

Bali, M. M. E. I. (2017). Model interaksi sosial dalam mengelaborasi keterampilan sosial. Pedagogik: Jurnal Pendidikan, 4(2).

Joyce, B., Weil and Calhoun. 2000. Models of Teaching. New York: A Person Education Company.

https://muchlas.ee.uad.ac.id/downloads/MODELS-OF-TEACHING.pdf

Gokhale, A. A. (1995). Collaborative Learning Enhances Critical Thinking. Journal of Technology Education, 7(1).

Gillies, R. M. (2016). Cooperative Learning: Review of Research and Practice. Australian Journal of Teacher Education, 41(3).

Johnson, D. W., & Johnson, R. T. (2009). An Educational Psychology Success Story: Social Interdependence Theory and Cooperative Learning. Educational Researcher, 38(5).

Partnership for 21st Century Skills. (2009). P21 Framework Definitions. Retrieved from http://www.p21.org/our-work/p21-framework

Rehalat, A., & Rehalat, A. (2014). Model pembelajaran pemrosesan informasi. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 23(2), 1-10.

Slavin, R. E. (2012). Educational Psychology: Theory and Practice (10th ed.). Boston: Pearson.

Winne, P. H. (1987). Why Process-Product Research Cannot Explain Process-Product Findings and a Proposed Remedy: The Cognitive Mediational Paradigm. Teaching and Teacher Education, 3(4), 333-356.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KOPLING SEPEDA MOTOR

Portofolio ke-12 Teori dan Strategi Pembelajaran Vokasi,