Portofolio KE - 3 Teori dan Strategi Pembelajaran Vokasi
Dosen pengampu : Prof. Dr. Muchlas, M.T
Portofolio ke-3
Penyusun : M. Khoirul Ma'arif ( 2308049035 )
Materi Pokok :
- Perkembangan Konsep dan Implementasi Pendidikan Vokasi dan Sistem Sertifikasi di Inggris
- Transferable Skills
- Bimbingan Karier dan Informasi Lapangan Kerja
- Konsep dan Implementasi Public Private Partnership pada Pendidikan Vokasi
- Integrasi TIK Dalam Pendidikan Vokasi Inggris
- Green-TVET dan High-Order Thinking (HOT) Skills
Dari hasil kuliah ke 3 Teori Dan Strategi Pembelajaran
Vokasi, pertemuan kali
ini kita akan mengkaji dan diskusi berbagai implementasi Pendidikan Vokasi di
Inggris, dengan 6 tema:
1. 1. Perkembangan Konsep dan Implementasi Pendidikan Vokasi dan Sistem Sertifikasi di Inggris
Kebijakan pendidikan vokasi dan sistem sertifikasi
di Inggris tidak lepas dari dinamika
perubahan Pada era 1970-an, membentuk skema Youth Training Scheme
(YTS) yang dibentuk untuk menye?laraskan outcome sistem pendidikan dengan pasar
tenaga kerja (Winch & Hyland, 2007). Pada era 1980-an National Council for
Vocational Qualification (NCVQ) meninjau kembali skema YTS dan menyusun sistem
sertifikasi dan pendidikan vokasi yang berdasarkan kepada konsep
competence-based education and training (CBET) (Winch dan Hyland,2007). Pada tahun 1993 pemerintah Inggris merilis program Modern
Apprenticeship (MA) atau program magang untuk diintegrasikan dengan skema
pendidikan vokasi usia 16 hingga 19 tahun guna memperoleh sertifikasi keahlian
NVQ Level 3. Tahun 1990– 2000-an secara umum dikenal tiga
sistem sertifikasi yang pernah berlaku di negara Inggris dan Irlandia Utara
yaitu National Vocational Qualifications (NVQs) yang diterapkan di negara
bagian Inggris, Wales, dan Northern Ireland, General National Vocational
Qualifications GNVQs) yang dipakai di negara bagian Wales dan Inggris, serta
Scottish Vocational Qualification (SQVs) yang diterapkan di negara bagian
Skotlandia.
Kerangka belajar
(framework) di Inggris, Negara Inggris memiliki beberapa kerangka kualifikasi
belajar. Negara bagian Wales menggunakan Credit and Qualification Framework for
Wales (CQF) , negara bagian Inggris dan Irlandia Utara menggunakan Qualifications
and Credit Framework (QCF), negara bagian Skotlandia berpandu pada Scottish
Credit and Qualifications (SCQF) ,dan. Kerangka kualifikasi belajar ini
memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan .
SCQF adalah
kerangka belajar seumur hidup dengan 12 tingkat, yang dapat merangkul semua
bentuk pembelajaran, termasuk pembelajaran informal. Hasilnya jelas dan dapat
dinilai, metode terjamin kualitasnya Ini erat kaitannya dengan Long life
learning (pembelajaran sepanjang hayat)
RQF dengan sistem
kualifikasi lainnya ialah ukuran assessment yang didasarkan pada Total
Qualification Time (TQT)1 dan Guided Learning Hours (GLH) (Ofqual, 2015a).
Artinya seseorang yang memperoleh sertifikat vokasional harus menempuh
pendidikan vokasi resmi dan tidak sekadar mengikuti uji kompetensi keahlian. Berbeda
dengan sistem sebelumnya, ukuran waktu yang dijadikan assessment ini tidak
memiliki rentang batas waku durasi menyelesaikan suatu kualifikasi, sehingga
peserta didik dapat mengatur sendiri durasi masa studinya.
Sejak tiga dekade
lalu negara Inggris telah merancang sistem sertifikasi keahlian dan vokasional
secara sistematis untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja ahli.
Perubahan-perubahan standar kualifikasi yang ditetapkan sejak tahun 1980 hingga
kini menunjukkan bahwa pemerintah Inggris terus berusaha untuk meningkatkan
pendidikan vokasi.Dalam konteks Indonesia, penting bagi Indonesia untuk
memetakan jumlah tenaga kerja ahli yang dibutuhkan dari sistem pendidikan
vokasi untuk menghadapi persaingan internasional. Sebagai anggota ASEAN,
Indonesia dapat mengacu pada ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA). Terdapat delapan profesi yang diutamakan
dalam hal ini, yaitu: Insinyur (Sarjana Teknik), Arsitek, Tenaga Pariwisata,
Akuntan, Dokter Gigi, Tenaga Survei, Tenaga Pariwisata, dan juga Perawat. Tidak
hanya itu, ASEAN pun sebenarnya telah menetapkan kerangka standar tenaga kerja
yang diberi nama ASEAN Qualifications Reference Framework (AQRF).
Pembelajaran yang
bisa Diambil untuk Indonesia
1.
Menginovasi
program SMK yang dapat meningkatkan kompetensi siswa dengan melalui sektor
formal maupun informal, dengan menentukan standar kompetensi/kualifikasi yang
terintegrasi baik untuk kualifikasi umum, maupun vokasional sejak jenjang sma
sampai perguruan tinggi
2.
Indonesia
dapat meningkatkan partisipasi perusahaan dan institusi swasta sebagai upaya
peningkatan implementasi konsep triple helix antara institusi
pendidikan,pemerintah, dan juga swasta melalui program magang yang terstruktur
dan diakui kualifikasinya.
3.
Untuk
sektor formal, pemerintah perlu untuk berkolaborasi secara lebih serius dengan
pihak swasta dalam menentukan standar kompetensi dan kualifikasi terkait
pengetahuan dan skills dalam bidang vokasi, termasuk juga aturan penyelenggaran
pendidikan vokasi berbentuk sekolah formal dan lembaga kursus.
4.
Pemerintah
perlu secara konsisten meningkatkan kualitas pendidikan vokasi. Selain itu
perlu melakukan evaluasi berkala sesuai dengan perkembangan industri.
5.
Proses
sertifikasi LSP untuk pendidikan vokasi harus bekerja sama dengan industri
dalam penyusunan kualifikasi maupun pelaksanaannya. Hal ini untuk menyeleraskan
kompetensi yang dibutuhkan oleh industri terhadap lulusna vokasi. Dengan
demikian lulusan pendidikan vokasi yang
telah lulus uji kompetensi dapat diakui oleh industri dan dapat terserap
sebagai tenaga kerja.
Referansi
Materi kuliah : Prof. Dr. Muchlas, M.T
Aprillyana Dwi Utami dkk, 2018, Sistem Pendidikan Vokasi
di Inggris, Edisi 1 diterbitkan Kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan (2018)
Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris. KBRI London: London
Credit & Qualifications Framework: URL Credit &
Qualifications Framework
Qualifications and Credit Framework: URL Qualifications
and Credit Framework
2. 2. Transferable Skills
Transferable skills
dapat didefinisikan sebagai keterampilan-keterampilan yang berguna dalam berbagai jenis pekerjaan dan konteks
kehidupan (UNESCO,2012, hal. 14; Bridges, 1993; Bennett, 2002; Richard,2012).
Transferable skills telah diintegrasikan menjadi salah satu
unsur penting dalam kurikulum pendidikan vokasidi Negara Inggris, baik dalam pendidikan formal
maupun non-formal. Pada lingkup yang lebih
luas, Education for All Global Monitoring Report: Youth and Skills, Putting education
to work (UNESCO, 2012, hal. 14) juga menekankan pentingnya transferable skills
sebagai salah satu unsur pengembangan keterampilan individu secara holistik, di
samping keterampilan dasar (foundation skills) yang mencakup literasi dan numerasi,
serta keterampilan teknis dan vokasional.
Inggris: Functional Skills
Functional
skills yang dimaksud meliputi:
1.
Penerapan angka (Maths)
2.
Komunikasi (English)
3.
Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT)
4.
Mengembangkan pembelajaran dan performa secara mandiri (improving own learning and
performance atauIOLP)
5.
Pemecahan masalah
6.
Bekerja sama
Skotlandia: Core
skills
Core
skillsini meliputi(SQA, 2013):
•
Keterampilan memecahkan masalah meliputi berpikir kritis dan kreatif, menganalisis situasi dan mengambil
tindakan, merencanakan dan
mengatur hal-hal yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah, merefleksikan pencapaian dan mengambil
kesimpulan untuk kesempatan yang
akan datang.
•
Keterampilan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan adalah keterampilan yang mendasar untuk
menjelaskan ide serta berelasi dengan
orang lain.
•
Keterampilan numerasi meliputi mengolah, menginterpretasi dan mengomunikasikan informasi, diharapkan
dengan keterampilan ini permasalahan
yang ada dapat dipahami, diprediksi dan diselesaikan.
•
Keterampilan TIK, yaitu keterampilan mendasar untuk mencari dan menganalisis infromasi, mengantur ide
dan mengomunikasikannya serta
bekerjasama dengan orang lain.
•
Keterampilan bekerjasama dengan orang lain merupakan keterampilan interpersonal yang dapat membantu
peserta didik berelasi dengan orang
lain baik dalam pendidikan dan pekerjaan, untuk mencapai tujuan bersama.
Wales:
Essential Skills Wales (ESW)
Transferable
skills dalam pendidikan vokasidi Wales merujuk pada istilah Essential Skills. Istilah
tersebut disahkan oleh Pemerintah Wales, pada September
2010 setelah sebelumnya disebut sebagai Basic Skills dan Key Skills (Welsh
Government, 2012). Awalnya pelatihan Essential Skills yang ditawarkan terbatas pada
keterampilan membaca, menulis, berkomunikasi, numerasi
dan menggunakan komputer yang terintegrasi pada pembelajaran
umum di sekolah.
Irlandia
Utara: Essential skills
Berbeda dengan pengembangan transferable skills di negara bagian lainnya, di Irlandia
Utara, pencapaian kualifikasi Essential skills
tidak
hanya dinilai berdasarkan penguasaan keterampilan tertentu,
tapi juga menggunakan standar usia sebagai berikut:
•
Entry level 1 (usia 5-7 tahun)
•
Entry level 2 (usia 7-9 tahun)
•
Entry level 3 (usia 9-11 tahun)
•
Level 1 (GCSE grades D-G)
•
Level 2 (GCSE grades A-C)
Kesimpulan dan Pembelajaran
Dari
ulasan tentang transferable skills dalam pendidikan vokasi di Inggris, dapat disimpulkan tiga hal utama yang
dapat dijadikan pembelajaran bagi
pengembangan transferable skills di Indonesia.
Pertama, konsep
transferable skills masih sangat abstrak sehingga sulit
untuk diintegrasikan dalam pembelajaran secara holistik. Untuk itu diperlukan
partisipasi dari pemerintah, pemangku kepentingan, pemberi kerja
dan pekerja untuk mengidentifikasi transferable skills yang perlu untuk
dikembangkan dalam lingkup konsep, politik dan praktik (UNESCO,2014).
Kedua,
meskipun pada kenyataannya
pengembangan transferable skills dapat menguntungkan maupun merugikan pemberi kerja, transferable skills tetap perlu dikembangkan dalam pendidikan vokasi (OECD, 2011). Pada satu sisi, pengembangan transferable
skills dapat membantu pemberi kerja
dan juga pekerja karena keterampilanketerampilan tersebut dapat memudahkan pekerja untuk bekerja
secara efektif dalam berbagai situasi.
Terakhir, pengintegrasian
transferable skills dalam kurikulum pendidikan vokasi berkaitan erat
dengan kualitas pendidikan di suatu negara, khususnya kualitas guru.
Dalam ulasan di atas, empat negara bagian Inggris telah mengintegrasikan
transferable skills dalam kurikulum pendidikan vokasi khususnya program
magang, selain itu, guru memiliki peran penting dalam menerapkan
kurikulum tersebut (UNESCO, 2012).
Refernsi
Materi kuliah : Prof. Dr. Muchlas, M.T
UNESCO. (2012). Youth and skills:
Putting education to work. Paris: UNESCO.
UNESCO. (2014). Transferable Skills in
Technical and Vocational Education
and Training (TVET): Policy Implications. Bangkok: UNESCO.
Ø
Kelompok 3: Bimbingan Karier dan Informasi Lapangan
Kerja
Ø
Kelompok 4: Konsep dan Implementasi Public
Private Partnership pada Pendidikan Vokasi
Ø
Kelompok 5: Integrasi TIK Dalam Pendidikan Vokasi
Inggris
Ø
Kelompok 6: Green-TVET dan High-Order
Thinking (HOT) Skills
Komentar
Posting Komentar