Portofolio KE - 2 Teori dan Strategi Pembelajaran Vokasi

                            

 Dosen pengampu : Prof. Dr. Muchlas, M.T

Portofolio ke-2

Penyusun : M. Khoirul Ma'arif ( 2308049035 )

Materi Pokok : 

  1. Peta Jalan Pendidikan Vokasi 2023-2030
  2. Pengangguran di RI Terbanyak Lulusan SMK
  3. 10 Langkah Revitalisasi SMK
  4. Bonus Demografi dan Visi Indonesi Emas 2045
  5. Perpres Nomor 68 Tahun 2022 Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi

Setelah saya mengikuti kuliah ke 2 Teori Dan Strategi Pembelajaran Vokasi, saya memperoleh banyak pengetahuan tentang pendidikan vokasi, dari peta jalannya pendidikan vokasi 2023-2030, data BPS, strategi implementasi revitalisasi SMK, bonus demogerafi dan perpres nomor 68 tahun 2022. Menurut Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Dorektorat Jendral Pendidikan Vokasi, dalam Naskah Akademik Peta Jalan Pendidikan Vokasi Tahuan 2023-2030 dalam latar belakang menyebutkan.

Masyarakat Indonesia diprediksi akan tumbuh dalam dua karakteristik. Pertama, karakteristik masyarakat Indonesia yang terbuka. Masyarakat ini digerakkan oleh materialisme, hidup dan berpikir di alam yang hiper-inovatif. Kedua, karakteristik masyarakat tradisi, yang digerakkan oleh spiritualisme, mempertahankan ikatan-ikatan "ke dalam" (agama, kepercayaan, kultur, adat, kelokalan, dan sejenisnya) karena memang bangsa ini lahir bersama dengan kehidupan spiritual. Tugas pendidikan adalah mengembangkan sumber daya manusia Indonesia yang terbuka, yang mampu hidup dan berpikir di alam hiper-inovatif, sekaligus mempertahankan ikatan-ikatan spiritualitas sebagai karakter bangsa Indonesia (BSNP, 2020). Idealisasi manusia Indonesia yang "utuh" inilah yang dalam gagasan kebijakan pendidikan nasional kita sekarang - dirumuskan dalam Profil Pelajar Pancasila.

Ke depan, perkembangan masyarakat Indonesia ini akan dipengaruhi oleh kekuatan- kekuatan megatren. Ada empat kekuatan besar yang menggerakkan megatren. Pertama, dunia yang makin terintegrasi. Revolusi digital telah membuat batas-batas geografis, geososial, geopolitik, geoekonomik, dan geokultural makin kabur. Kedua, konvergensi ilmu pengetahuan dan teknologi. Proliverasi dan demokratisasi ilmu pengetahuan telah membuat ilmu pengetahuan dan teknologi makin mendekat satu sama lain, dan menciptakan pertumbuhan masif disiplin-disiplin baru. Ketiga, laju inovasi dan teknologi disruptif. Menyatunya cyber- physical system yang kemudian disebut sebagai Revolusi Industri 4.0 telah membuat laju dan masifnya perkembangan disrupsi di semua lini kehidupan; dan keempat, lanskap belajar yang makin terbuka tanpa batas. Inovasi dan teknologi pendidikan telah memberikan kepada semua orang peluang untuk belajar secara demokratis-emansipatoris, personal, banyak pilihan, dan dengan layanan belajar yang makin berkualitas. Empat kekuatan besar ini memberi peluang yang sama kepada semua negara bangsa, tak terkecuali Indonesia, untuk meraih bonus digital dan kekuatan daya saingnya.

Megatren juga akan ditandai oleh masifnya migrasi penduduk ke kota. Diprediksi dua pertiga penduduk dunia akan pindah ke kota dan hidup di megacities, dan kontributor terbesar adalah negara-negara berkembang (Khana, 2016). Migrasi penduduk ini juga berarti migrasi pekerja. Di Kawasan ASEAN, tenaga kerja migran diperkirakan akan mencapai 14,5 juta jiwa di tahun 2025 (WEF, 2016), dan angka itu akan terus bergerak naik di kemudian hari. Pusat pertumbuhan ekonomi akan terjadi di kota-kota besar, dan akan diiringi dengan pertumbuhan lapangan kerja baru. Namun demikian sebagus apapun model pertumbuhan ekonomi tidak akan mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak jumlah pencari kerja tanpa didukung ekosistem pendidikan yang mampu menumbuhkan "kelas kreatif" untuk mendorong pertumbuhan kewirausahaan.

Pada akhirnya, persaingan akan kembali kepada kualitas sumber daya manusia. Inti kekuatan daya saing negara bangsa terletak pada kualitas sumber daya manusianya. Penghela (driver) dan pemungkin (enabler) pembangunan sumberdaya manusia itu terletak pada kualitas pendidikannya. Peran pendidikan vokasi menjadi sangat strategis sebagai penghasil manusia- manusia yang terampil, kompeten, dan profesional sesuai tuntutan dunia kerja, melahirkan manusia-manusia pencipta kerja, dan mengembangkan wirausahawan yang tangkas mengisi peluang usaha sesuai evolusi zaman. Sistem pendidikan vokasi harus proaktif dalam cara mereka menyesuaikan pasokan layanan pendidikan mereka untuk kepentingan individu, ekonomi, dan masyarakat di masa depan yang ditandai dengan perubahan yang cepat. Pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan kaum muda dan orang dewasa untuk berkembang di dunia kerja akan berkembang pesat. Perubahan ini akan mempengaruhi keterampilan khusus pekerjaan, keterampilan dasar, keterampilan transversal/lunak, dan lebih luas lagi kapasitas untuk menangani perubahan dan untuk terlibat dalam komunitas lokal dan global (UNESCO, 2022).

Peran pendidikan vokasi makin besar ketika bertaut dengan tiga modal utama bangsa Indonesia, yakni modal demografi, modal digital, dan kekayaan sumber daya alam dan budaya sebagai "bahan baku" daya saing bangsa. Dunia sedang mengalami transisi demografis - benua dan negara berada pada tahap transisi yang berbeda. Negara dengan konteks persentase kaum muda yang tinggi memerlukan perluasan sistem pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan dan cepat serta penciptaan lapangan kerja dalam skala besar, sementara negara- negara dengan jumlah angkatan kerja yang menyusut - penduduk usia lanjut, pertumbuhan populasi lansia dan harapan hidup yang lebih tinggi memerlukan pengembangan keterampilan bagi pekerja senior (UNESCO, 2022). Indonesia sedang berada dalam masa persentase kaum muda yang tinggi.

Dalam ( DATAin Edisi 2023.01-2 BONUS DEMOGERAFIDAN VISI INDONESIA EMAS 2045) menyimpulkan Bonus demografi sebagai bagian dari transisi demografi menurut World Bank [5] dikelompokkan ke dalam tipologi bonus demografi diantaranya pasca bonus demografi, akhir bonus demografi, awal bonus demografi, dan pra bonus demografi. Indonesia setelah pencanangan Visi Indonesia Emas 2045 pada periode 2015-2020 menurut Samosir [6] berada pada tahap awal bonus demografi. Dari 34 provinsi, 5 provinsi, yaitu DKI Jakarta, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara, berada pada tahap akhir bonus demografi. Tiga provinsi yang mengalami tahap akhir bonus demografi berada pada klasifikasi ekonomi tingkat tinggi, sementara D.I Yogyakarta berada pada klasifikasi ekonomi rendah-menengah dan Kalimantan Selatan berada pada klasifikasi ekonomi menengah-tinggi. Pada tahun 2020 masih terdapat 29 provinsi yang berada pada tahap awal bonus demografi, sehingga masih terbuka peluang Indonesia dalam memanfaatkan bonus demografi secara optimal sesuai pilar pertama dalam pembangunan manusia. Capaian pembangunan manusia dapat dilihat melalui IPM. Meskipun nilai capaian IPM Indonesia mengalami kemajuan selama kurun 5 tahun terakhir, namun pembangunan manusia masih belum merata di setiap provinsi. Tingkat cahaya malam dari citra satelit menunjukkan pembangunan pada tahun 2020 masih berfokus di Pulau Jawa. Oleh karena itu, arah pembangunan daerah pada Visi Indonesia Emas 2045 sebagai upaya pemerataan pembangunan daerah didasarkan pada basis pembangunan pulau, sehingga diharapkan dengan kapasitas modal manusia pada setiap pulau dapat mendorong pemerataan pembangunan Indonesia.

 Sementara itu, revolusi teknologi digital berdampak pada pasar tenaga kerja dan permintaan akan keterampilan baru. Di kawasan Asia Pasifik, skill teknologi digital Indonesia berada di level cutting-edge dan kompetitif, terutama dalam computer networking, human-computer interaction, software engineering, dan security engineering (Coursera, 2020). Lanskap belajar yang makin terbuka memberi peluang bonus digital yang cukup besar bagi Indonesia. Ketika persentase kaum muda yang tinggi dan skill level teknologi yang juga tinggi ini bertemu dengan kekuatan "bahan baku" berupa sumber daya alam dan budaya yang melimpah, Indonesia akan memiliki daya saing bangsa (national competitiveness) yang tinggi.

Dekade ketiga Abad XXI adalah masa penting dan genting bagi pendidikan vokasi di Indonesia. Masa penting karena dekade 2020-an merupakan dekade awal bagi para milenial Gen Z memasuki dunia kerja, dan genting karena pendidikan vokasi didesak waktu dalam melakukan transformasi pendidikan untuk merebut peluang bonus demografi generasi milenial dan bonus digital. Milenial Indonesia memiliki karekteristik kreatif, melek teknologi, terkoneksi, dan mandiri. Tujuh dari sepuluh (69,1%) milenial Indonesia ingin memulai bisnisnya dari dalam dirinya sendiri (IDN Research Institute, 2019). Milenial Indonesia ini adalah aset generasi yang sangat penting. Menggenjot peningkatan jumlah lembaga pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi berkinerja tinggi yang dapat mengembangkan talenta milenial adalah strategi imperatif untuk mengejar momen bonus demografi 2030-2040, merebut peluang megatren, dan mencapai kejayaan Indonesia sebagaimana digambarkan dalam Visi Indonesia Maju 2045.

Revitalisasi pendidikan vokasi terus diupayakan, meskipun revitalisasi pendidikan vokasi di Indonesia telah dilakukan dari dekade ke dekade. Dalam perjalanan panjangnya, sejak dekade 1970-an, ketika Repelita I mencanangkan industrialisasi, pendidikan vokasi menjadi isu besar dalam penyiapan sumber daya manusia. Relevansi pendidikan dengan dunia kerja, ketepatan dan kesepadanan (link and match), pendidikan vokasi berorientasi pasar kerja (demand-driven), kurikulum bertujuan kompetensi, sistem ganda pendidikan vokasi, pendidikan vokasi dan "pelatihan-antara" (school to work), dll, memenuhi wacana ruang publik pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia. Dari masa ke masa pemerintahan, kebijakan pendidikan vokasi diperbarui dan program-program unggulan dikembangkan. Namun demikian, hasilnya seperti umumnya yang terjadi di banyak negara berkembang, belum cukup menggembirakan. Kesenjangan antara dunia pendidikan vokasi dan dunia usaha dan dunia industri (Dudi) masih menjadi masalah utama hingga sekarang.

Tingkat kesenjangan pendidikan vokasi dengan Dudi tersebut sekurang-kurangnya dapat dilihat dari dua aspek penting, yakni (1) tingkat kebekerjaan, dan (2) ketidakselarasan (mismatch). Dalam hal akses pendidikan, jumlah SMK meningkat dari 7.586 pada tahun 2009 menjadi 14.291 pada 2019 dan jumlah siswanya meningkat dari 3,1 juta menjadi 5,2 juta pada periode yang sama (Pusdatin, 2020). APK juga naik dari 26,69 (2016) ke 27,39 (2020). Akan tetapi, tingkat kebekerjaan menurun. Data Sakernas (2019) menunjukkan bahwa jumlah pengangguran lulusan lulusan pendidikan vokasi meningkat dari 2,47 juta tahun 2017 menjadi 2,66 juta tahun 2019. Selain tingkat kebekerjaan, pendidikan juga mengalami ketidakselarasan horizontal dan vertikal. Sebanyak 60,62% lulusan pendidikan di Indonesia bekerja tidak sesuai dengan bidang keahlian, dan hanya 39,38% yang sesuai dengan bidang keahliannya. Kesenjangan vertikal juga terjadi sangat tajam. Hampir separo lulusan kita bekerja overqualified (47,74%), bekerja underqualified (5,59%), dan hanya 46,67% yang sesuai dengan jenjang pendidikannya (Gde Wisana, 2018). Data Susenas (2015) menunjukkan bahwa hanya 32,3 persen lulusan D1/D2/D3/D4/S1 yang bekerja sesuai (match) dengan latar belakang bidang keahlian yang dimiliki. Data juga menunjukkan bahwa hanya 28,8 persen lulusan pendidikan tinggi yang memiliki level pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang dimiliki. Sebagian besar lulusan pendidikan memiliki pekerjaan di bawah jenjang pendidikannya (overqualified).

Tingginya angka ketidakselarasan horizontal mengindikasikan lemahnya ekosistem pendidikan vokasi. Hubungan sinergis penyelenggara pendidikan vokasi dengan para pemangku kepentingan, terutama Dudi, belum terbangun dengan baik. Informasi-informasi penting berkaitan dengan perencanaan pembangunan ekonomi dan industri nasional, bidang- bidang pekerjaan yang berkembang, perencanaan tenaga kerja, stok kecakapan apa yang harus disiapkan oleh pendidikan vokasi dalam kurun waktu pendek, menengah, dan panjang, dan kebijakan-kebijakan lain-lain yang relevan tidak dapat diakses dengan baik oleh penyelenggara pendidikan vokasi. Akibatnya, perencanaan pendidikan vokasi belum selaras dengan perencanaan pembangunan ekonomi dan industri nasional, kebutuhan Dudi, dan perkembangan okupasi yang terjadi secara umum dalam struktur peran sosial.

Tingginya angka ketidakselarasan vertikal menunjukkan gejala inflasi pekerjaan. Laju perkembangan teknologi di industri tidak diikuti oleh kemajuan pendidikan vokasi, sehingga bidang-bidang kerja yang teknologinya makin tinggi tidak dapat "dibeli" lagi oleh lulusan pendidikan vokasi dengan kompetensi pada jenjangnya. Inflasi pekerjaan juga dipengaruhi oleh penetrasi Covid-19, yang mendorong industri mempercepat otomasi di berbagai sektor. Selama pandemi Covid-19, 83% perusahaan mengakselerasi digitalisasi, dan 50% mengakselerasi otomasi. Pada tahun 2025 diperkirakan 47% pekerjaan diotomasi, 53% ditangani manusia - otomasi meningkat 14% dari tahun 2020 (WEF, 2020). Inflasi pekerjaan hanya dapat diatasi jika pendidikan vokasi mampu berkinerja tinggi dan dapat meningkatkan level kompetensi lulusannya sesuai dengan kebutuhan Dudi.

Untuk merebut peluang megatren dan meraih bonus demografi, pendidikan vokasi harus berpacu dengan waktu. Pengembangan sumber daya manusia harus terkoordinasi, sinergis antarpemangku kepentingan, tepat sasaran, dan efisien. Oleh karena itu, peta jalan pendidikan vokasi dibuat untuk pemberi arah dan tujuan pendidikan vokasi dalam jangka waktu tertentu ke depan. Inpres Nomor 9/2016 Tentang Revitalisasi SMK, yang menginstruksikan 13 K/L dan Pemeritah Provinsi secara sinergis merevitalisasi SMK, kemudian disusul dengan Perpres Nomor 68/2022 Tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi, Permenko PMK Nomor 6/2022 Tentang Strategi Nasional Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi, memberi panduan untuk menciptakan ekosistem pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi yang efektif, efisien, dan berkinerja tinggi.

Merujuk dari beberapa sumber materi yang ada bahwasannya indonesia membutuhkan kerja keras untuk mewujutkan INDONESIA EMAS PADA TAHUN 2045. Pemerintah sangat mendukung program revitalisasi ini dengan memunculkan PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2022 TENTANG REVITALISASI PENDIDIKAN VOKASI DAN PELATIHAN VOKASI. Dengan merevitalisasi pendidikan vokasi agar kompetensi SDM indonesia dapat meningkat sehinga mampu mengurangi angka penganguran dan dapat memanfaatkan bonus demogerafi, mengisi lowongan pekerjaan baru yang akan ada di masa mendatang yang berbais indutri 5.0, dan teknologi yang semakin canggih. aminn

Referensi

- Materi kuliahProf. Dr. Muchlas, M.T

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KOPLING SEPEDA MOTOR

Portofolio ke-12 Teori dan Strategi Pembelajaran Vokasi,